Muhammad Novriyansyah

Terus Belajar, Terus Berkembang !

Water Resource Management

Life

Post Page Advertisement [Top]

BAGAIMANAPUN KONDISINYA, TUGAS KITA HANYALAH TERUS BERBUAT BAIK !

BAGAIMANAPUN KONDISINYA, TUGAS KITA HANYALAH TERUS BERBUAT BAIK !

Terbiasa berada pada kenyaman, lingkungan tentram, kawan-kawan dengan ketaatan, tempat dan waktu berbuat baik teratur.

Jangan membuat patah semangat dalam kebaikan dikala semua itu sedang tak berada pada kita !
Ketika lingkungan dirasakan tidak menentramkan jiwa dan raga, maka ingatkan diri bahwa jiwa dan raga akan kembali kepada Sang Maha Memiliki. Tugas kita menyiapkannya diambil dengan keadaan tenang dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.

Ketika kawan-kawan taat jauh dari kita, bersama kawan baru yang gemar maksiat,  maka tugas kita menjadikan kawan yang baru untuk selalu taat saat jauh dari kita.

Hilangkan keraguanmu kawan ! Tetaplah mengamalkan kebaikan dan menyerukan pada jalan Allah SWT seperti yang dicontohkan Nabi !

Sejatinya, ketaatan kita kepada Allah SWT akan membuat selalu merasa terus diuji.  Dan wajarlah bila melihat kemaksiatan hati ini akan memberontak, dengan menimbulkan 2 pilihan, yakni lari atau memperbaiki.

Jangan lari ! Walaupun lari tetap saja nantinya akan dihantui penyesalan tanpa henti, percayalah !

Jadilah kita seperti cahaya di kegelapan. Menjadi cahaya yang tak akan pernah mencaci kegelapan, namun menerangi sehingga sisi yang gelap akan tampak isinya yang penuh dengan keindahan.

Ada kisah menarik yang telah dicontohkan sahabat nabi yang mulia, Abu Bakar As Shidiq. Kisah ini dikutip dari ummi-online. Cukup bagus untuk kita baca dan bersama kita renungkan dengan penuh keimanan :

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Betapa geram Abu Bakar As-Shiddiq kepada Mistoh, kerabat yang ia santuni dan penuhi kebutuhan hidupnya. Pasalnya, Mistoh sangat gencar melancarkan tuduhan kepada putrinya tercinta, Aisyah radiyallaahu ‘anha.

Ummul Mukminin Aisyah dituduh melakukan perbuatan hina dengan salah seorang sahabat Rasulullah saw. Bahkan saat Allah swt belum menurunkan wahyu akan kebenaran berita tersebut, para penuduh itu begitu yakin akan perbuatan amoral yang dilakukan Aisyah. Bukankah sepantasnya mereka menjadi garda terdepan yang membela keluarga Abu Bakar?

Saat Allah menurunkan wahyu yang menjelaskan akan kesucian Aisyah, Abu Bakar mengeluarkan argumen mengejutkan. Ia tidak akan lagi menyantuni Mistoh beserta keluarganya. Keputusan yang sangat logis dan manusiawi. Mungkin jika peristiwa itu terjadi pada selain Abu Bakar, mereka akan melakukan hal yang lebih jauh dari sekadar memberhentikan santunan.

Namun, betapa cintanya Allah kepada Abu Bakar sekeluarga sehingga tak membiarkannya larut dalam kemarahan. Allah swt tak ingin Abu Bakar menyimpan benci pada sesama.
Allah kemudian menurunkan ayat, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS An-Nuur [24]: 22).

Sahabat, Abu Bakar bukanlah sembarang sahabat. Ia merupakan orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Apabila fitnah yang menimpa putrinya membuatnya begitu marah, tentu karena fitnah itu terasa begitu menyakitkan.

Akan tetapi kata maaf ternyata tak mengenal seberapa dalamnya sakit hati yang dirasa. Maaf berlaku untuk semua rasa sakit dalam hati. Karenanya, tak heran bila dalam hadits Rasulullah menyampaikan, “Allah tidak akan menambah pemberian maaf dari seseorang kecuali dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sahabat, perbedaan antara kita dengan orang lain sering kali membuat kita sempit hati, bahkan menyebabkan luka dalam hati. Saat itu terjadi, siapakah yang paling mulia kedudukannya? Tentu saja, orang yang lebih dulu memaafkan yang meraih kemuliaan. Maka, Sahabat, mari kita raih kemuliaan dari Allah swt dengan menjadi orang yang pemaaf.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dimana pun dan kapan pun harus berbuat kebaikan !
Semangat !
Desa Merawang, 2 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]