Terbiasa berada pada kenyaman, lingkungan tentram, kawan-kawan dengan ketaatan, tempat dan waktu berbuat baik teratur.
Jangan membuat patah semangat dalam kebaikan dikala semua itu sedang tak berada pada kita !
Ketika lingkungan dirasakan tidak menentramkan jiwa dan
raga, maka ingatkan diri bahwa jiwa dan raga akan kembali kepada Sang Maha
Memiliki. Tugas kita menyiapkannya diambil dengan keadaan tenang dengan hati
yang puas lagi diridai-Nya.
Ketika kawan-kawan taat jauh dari kita, bersama kawan baru
yang gemar maksiat, maka tugas kita
menjadikan kawan yang baru untuk selalu taat saat jauh dari kita.
Hilangkan keraguanmu kawan ! Tetaplah mengamalkan kebaikan dan
menyerukan pada jalan Allah SWT seperti yang dicontohkan Nabi !
Sejatinya, ketaatan kita kepada Allah SWT akan membuat selalu
merasa terus diuji. Dan wajarlah bila
melihat kemaksiatan hati ini akan memberontak, dengan menimbulkan 2 pilihan,
yakni lari atau memperbaiki.
Jangan lari ! Walaupun lari tetap saja nantinya akan dihantui
penyesalan tanpa henti, percayalah !
Jadilah kita seperti cahaya di kegelapan. Menjadi cahaya yang tak akan pernah mencaci kegelapan, namun menerangi sehingga sisi yang gelap akan tampak isinya yang penuh dengan keindahan.
Jadilah kita seperti cahaya di kegelapan. Menjadi cahaya yang tak akan pernah mencaci kegelapan, namun menerangi sehingga sisi yang gelap akan tampak isinya yang penuh dengan keindahan.
Ada kisah menarik yang telah dicontohkan sahabat nabi yang
mulia, Abu Bakar As Shidiq. Kisah ini dikutip dari ummi-online. Cukup bagus
untuk kita baca dan bersama kita renungkan dengan penuh keimanan :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Betapa geram Abu Bakar As-Shiddiq kepada Mistoh, kerabat
yang ia santuni dan penuhi kebutuhan hidupnya. Pasalnya, Mistoh sangat gencar
melancarkan tuduhan kepada putrinya tercinta, Aisyah radiyallaahu ‘anha.
Ummul Mukminin Aisyah dituduh melakukan perbuatan hina
dengan salah seorang sahabat Rasulullah saw. Bahkan saat Allah swt belum
menurunkan wahyu akan kebenaran berita tersebut, para penuduh itu begitu yakin
akan perbuatan amoral yang dilakukan Aisyah. Bukankah sepantasnya mereka
menjadi garda terdepan yang membela keluarga Abu Bakar?
Saat Allah menurunkan wahyu yang menjelaskan akan kesucian
Aisyah, Abu Bakar mengeluarkan argumen mengejutkan. Ia tidak akan lagi
menyantuni Mistoh beserta keluarganya. Keputusan yang sangat logis dan
manusiawi. Mungkin jika peristiwa itu terjadi pada selain Abu Bakar, mereka
akan melakukan hal yang lebih jauh dari sekadar memberhentikan santunan.
Namun, betapa cintanya Allah kepada Abu Bakar sekeluarga
sehingga tak membiarkannya larut dalam kemarahan. Allah swt tak ingin Abu Bakar
menyimpan benci pada sesama.
Allah kemudian menurunkan ayat, “Dan janganlah orang-orang
yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka
(tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka
memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS An-Nuur [24]: 22).
Sahabat, Abu Bakar bukanlah sembarang sahabat. Ia merupakan
orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Apabila fitnah yang menimpa
putrinya membuatnya begitu marah, tentu karena fitnah itu terasa begitu
menyakitkan.
Akan tetapi kata maaf ternyata tak mengenal seberapa
dalamnya sakit hati yang dirasa. Maaf berlaku untuk semua rasa sakit dalam
hati. Karenanya, tak heran bila dalam hadits Rasulullah menyampaikan, “Allah tidak akan menambah pemberian maaf
dari seseorang kecuali dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya
karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Sahabat, perbedaan antara kita dengan orang lain sering kali membuat kita sempit hati, bahkan menyebabkan luka dalam hati. Saat itu terjadi, siapakah yang paling mulia kedudukannya? Tentu saja, orang yang lebih dulu memaafkan yang meraih kemuliaan. Maka, Sahabat, mari kita raih kemuliaan dari Allah swt dengan menjadi orang yang pemaaf.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dimana pun dan kapan pun harus berbuat kebaikan !
Dimana pun dan kapan pun harus berbuat kebaikan !
Semangat !
Desa Merawang, 2 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar